bring your back

Dibalik Kesuksesan Blue Bird Group

(Source: www.google.com)
Dispenzer-Blue Bird Group merupakan sebuah perusahaan transportasi asal Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1972 di Jakarta. Perusahaan ini melayani jasa pariwisata dan transportasi. Cabang Blue Bird Group di Indonesia ialah Jakarta, Bandung, Surabaya, Cilegon, Semarang, Manado, Denpasar, Mataram, Medan, Pekanbaru, Batam, Palembang, dan Padang
(Source: www.google.com)


Biografi Sang Pemilik (Ny. Mutiara Djokosoetono

Bagi warga Jakarta sudah pasti mengenal Taksi Blue Bird, ya sebuah armada taksi yang banyak bersleweran di kota jakarta, dan sudah merupakan salah jenis kendaraan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di ibukota Jakarta. Pendiri Taksi Blue Bird adalah seorang perempuan pejuang dari Malang bernama Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono yang dilahirkan di Malang pada 17 Oktober 1921. Berasal dari keluarga berada, namun pada usia 5 tahun keluarganya bangkrut. Kehidupan berubah drastis. Dari seorang gadis cilik yang dikelilingi fasilitas hidup naik kemudian menjadi miskin. ia kemudian meniti bangku sekolah dalam kesederhanaan luar biasa. Banyak hal yang mencirikan kesederhanaan hidup Bu Djoko semasa kecil. Makanan yang tak pernah cukup, pakaian seadanya, tak pernah ada uang jajan. Hidup betul-betul bertumpu pada kekuatan untuk tabah. Menginjak remaja ketegaran semakin terasah. Ia bertekad memperkaya diri dengan ilmu dan kepintaran. Di saat yang sulit itu ia berusaha merengkuh bahagia diantaranya banyak membaca kisah-kisah inspiratif yang diperoleh dengan meminjam. Salah satu kisah legendaris yang selalu menghiburnya adalah "Kisah Burung Biru" atau "The Bird Happiness". Kisah tersebut dilahap berkali-kali dan selalu membakar semangatnya, penabur inspirasi dan pemacu cita-citanya.

Bu Djoko remaja menyelesaikan pendidikan HBS di tahun 30-an dan kemudian lulus Sekolah Guru Belanda atau Europese Kweekschool. Dengan tekad yang kuat ia meninggalkan kampung halaman untuk merantau ke Jakarta. Dan berhasil masuk Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan menumpang di rumah pamannya di Menteng. Kemudian jalan hidup membawa berkenalan dengan Djokosoetono, dosen yang mengajarnya, yang juga pendiri serta Guberbur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Laki-laki itulah yang menikahinya selagi Bu Dkoko masih kuliah. Hingga dikaruniai 3 anak yaitu Chandra Suharto, Mintarsih Lestiani, dan Purnomo Prawiro. Sepanjang dasawarsa 50-an, Bu Djoko bersama keluarga melewatkan kehidupan yang sangat sederhana. Setelah lulus dari FHUI tahun 1952 dan langsung bekerja sebagai dosen di FHUI dan PTIK. Mereka kemudian menempati rumah dinas atas pekerjaan suaminya di jalan HOS Cokroaminoto Nomor 107, Menteng. Mereka dikepung oleh lingkungan yang mewah dan orang-orang dengan kemapanan materi di atas rata-rata. Sementara keluarga Djokosoetono praktis hanya memiliki uang kebutuhan berjalan. Untuk menambah penghasilan keluarga, Bu Djoko berjualan batik door to door. Tak ada gengsi, tak ada malu, tak ada rasa takut direndahkan oleh sesama isteri pejabat tinggi. Semuanya dilakukan murni sebagai kepedulian isteri untuk membantu suami mencari nafkah.

Namun penjualan batik yang sempat sukses kemudian menurun. Hingga Bu Djoko beralih kemudi berusaha telur di depan rumahnya. Realita berjualan telur menjadi pilihan bisnis yang brilian masa itu. Saat itu telur belum sepopuler sekarang. Masih dianggap bahan makanan ekslusif yang hanya dikonsumsi orang-orang menengah ke atas. Dengan lincah Bu Djoko mencari pemasok telur terbaik di Kebumen. Perlahan-lahan usaha telur Bu Djoko dan keluarga terus meningkat. Kegembiraan akan keberhasilan usaha menjadi berkabut lantaran kesedihan memikirkan sakit Pak Djoko meski pemerintah memberikan bantuan penuh untuk biaya perawatan Pak Djoko. Meski demikian, penyakit Pak Djoko tak kunjung sembuh, sampai akhirnya pada tanggal 6 September 1965 beliau wafat. Tak berapa lama setelah kepergian Pak Djoko, PTIK dan PTHM memberi kabar yang cukup menghibur keluarga. Mereka mendapatkan dua buah mobil bekas, sedan Opel dan Mercedes. Disinilah embrio lahirnya Taksi Blue Bird.


Biografi Ny. Mutiara Djokosoetono


Terinspirasi dari dongeng di Eropa tentang harapan dan doa seorang gadis untuk mendapatkan kebahagiaan yang akhirnya terkabul berkat kebaikan seekor burung biru, Blue Bird pun lahir lebih dari sekadar jawaban sebuah doa dan harapan. Ia kini telah berkembang menjadi sebuah perusahaan transportasi terdepan, memenuhi harapan dan cita-cita bukan hanya bagi pendiri, almarhumah Ny Mutiara Djokosoetono, tapi juga bagi ribuan karyawan.
Pada 1972, jauh sebelum Jakarta berkembang menjadi kota metropolis yang berpenduduk sekitar 12 juta orang, Blue Bird telah hadir. Cikal bakal perusahaan ini yaitu layanan Golden Bird, yang kemudian dikenal sebagai Chandra Taksi, sebagai sebuah perusahaan penyedia jasa sewa mobil yang khusus melayani para jurnalis asing serta pelanggan lain yang berkunjung ke Jakarta. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka tak perlu waktu lama bagi perusahaan untuk mendapatkan izin usaha mengelola perusahaan taksi.
Awalnya, Blue bird muda didirikan untuk menyediakan alternatif jasa transportasi berkualitas yang memang belum ada pada waktu itu. Blue bird menjadi pelopor pengenaan tarif taksi berdasarkan sistem argo, serta melengkapi seluruh armadanya yang ber-AC dengan radio komunikasi. Untuk mempertahankan kualitas pelayanan, perusahaan pun membangun sejumlah bengkel khusus untuk merawat armadanya.
Setelah sukses berbisnis di layanan taksi reguler, Blue Bird, dan taksi limousine, Golden Bird, serta usaha sewa mobil, perusahaan kemudian mengembangkan usaha bus carter, Big Bird, pada 1979. Pada 1993 Blue bird pun menghadirkan layanan taksi eksekutif Silver Bird. Setelah lebih dari satu dekade, Blue Bird Group kini memiliki empat divisi utama.
Pengalaman panjang mengelola bisnis transportasi mendukung upaya perusahaan mengembangkan teknologi baru dan mengelola sumber daya manusia, agar tetap unggul. Dari kantor pusatnya di Jakarta, perusahaan telah berkembang pesat merambah bisnis lainnya dengan tetap memperhatikan layanan pelanggan sebagai pedoman.


Jaringan

  • Blue Bird Pusaka
Mulai melayani tahun 1972, Blue Bird merupakan mitra transportasi terpercaya. Selama beberapa tahun nama Blue Bird sinonim dengan standar tinggi layanan taksi penumpang, mengangkut lebih dari 8,5 juta orang di seluruh Indonesia per-bulan. Agar bisa mengikuti pertumbuhan keinginan pasar dalam transportasi yang dapat diandalkan, dalam dekade-dekade silam Blue Bird Group telah melebarkan sayapnya dengan mendirikan anak anak perusahaan termasuk Morante Jaya, Cendrawasih, dan Pusaka Group. Kini, dengan sebuah armada terpadu 21.000 unit di Jakarta, Bali, Bandung, Banten, Manado, Medan, Lombok, Semarang, Surabaya, dan Palembang, Blue Bird terus berekspansi secara geografis. Memanfaatkan teknologi dan know-how termasuk sistem pemesanan terkomputerisasi sepanjang hari, perusahaan berhasrat memberi layanan terbaik dan menyamankan setiap penumpang. Di sisi operasi, strategi penempatan outlet taksi di sejumlah kota besar Indonesia telah memudahkan akses taksi ini di dalam dan di luar kawasan bisnis utama. Ini termasuk pusat turis serta bandara nasional dan internasional di seluruh negeri.[2]
  • Silver Bird
Untuk memenuhi kebutuhan pasar akan taksi yang lebih ekslusif, Blue Bird Group menghadirkan Silver Bird. Jenis taksi eksekutif ini, terkenal dengan warna hitamnya dengan kelas tersendiri, mulai beroperasi pada 1993. Sebuah makna baru dalam transportasi eksekutif. Armada Silver Bird saat ini berjumlah 900 unit (Mercedes Benz C dan E class, Toyota Vellfire, Toyota Alphard dan Toyota Camry). Tersedia sejumlah kenyamanan yang didambakan penumpang, termasuk interior yang luas dan ruang kabin yang mewah. Setiap mobil dilengkapi perangkat GPS dan EDC yang memungkinkan Anda membayar dengan Flazz, debit BCA, kartu kredit BCA, Citibank, Visa dan Master Card. Penumpang diuntungkan dengan tersedianya pengemudi andal berbahasa Inggris maupun Indonesia yang selalu siap membantu. Layanan Silver Bird bertujuan terutama untuk mengakomodasi seluruh kebutuhan eksekutif, mulai dari mengantar ke atau dari bandara hingga membawa tamu-tamu VIP dan pejabat. Taksi Silver Bird bisa didapat di hotel-hotel bintang empat dan lima di Jakarta dan Surabaya termasuk di bandara internasional Soekarno-Hatta dan Juanda.[3]
  • Golden Bird
Golden Bird menawarkan sebuah kepraktisan. Kita dapat menikmati kenyamanan berkendara pribadi tanpa harus repot memikirkan perawatan berkala serta biaya asuransi. Golden Bird memiliki sejumlah pilihan kendaraan standar dan mewah dengan sistem sewa jangka pendek dan panjang untuk berbagai keperluan dengan atau tanpa pengemudi. Golden Bird siap melayani setiap kebutuhan pelanggan di Indonesia. Outlet kami tersebar di sebagian besar hotel dan terminal kedatangan bandara di Indonesia. Di antara keistimewaan yang ditawarkan adalah pengemudi yang dilatih untuk memberi keamanan, kenyamanan, kemudahan, dan layanan personal. Kendaraan berasuransi penuh dan tersedia armada pengganti setiap saat. Blue Bird Group juga telah mendirikan Pusaka Prima Transport untuk melayani pelanggan korporat dengan kontrak jangka panjang. Pusaka Prima Transport menawarkan layanan Total Fleet Management untuk menjamin setiap kendaraan digunakan seefektif mungkin sesuai kebutuhan Anda. Sementara itu layanan Blue Bird Group di Bali hadir dengan pilihan limousine dan mobil van untuk disewa mengelilingi pulau Bali. Blue Bird kini bekerjasama dengan perusahaan sewa mobil Thrifty untuk menyediakan layanan self-driving di Bali.

Jumlah Armada


No. Kota Jumlah Tahap Akhir Kode Pool
1 Jakarta 21.000 armada Sesuai kemampuan A-Y (kecuali Q,H,U,V,W,Z)
2 Bandung 450 armada 500 armada UD
3 Cilegon 500 armada 500 armada YK
4 Semarang 350 armada 500 armada FR
5 Surabaya 700 armada 1.000 armada CFM,QQ
6 Bali 1.000 armada 1.500 armada IV,VV
7 Lombok 500 armada 500 armada
8 Manado 500 armada 500 armada MD
9 Medan 500 armada 500 armada AD
10 Palembang 400 armada 500 armada PD
11 Pekanbaru 150 armada 300 armada CD
12 Batam 75 armada 300 armada (izin dicabut oleh pemkot karena tuntutan taksi lokal, tetapi masih bisa berjalan karena keputusan PTUN) BMD
13 Padang 100 armada 150 armada DD
14 Malang 50 armada (belum beroperasi karena demonstrasi taksi lokal) 50 armada


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Dibalik Kesuksesan Blue Bird Group